Kamis, 28 Agustus 2008

Patung Katak Disalib Dianggap Menghina Tuhan


Jumat, 29 Agustus 2008 | 03:58 WIB

—ROMA, KAMIS — Sebuah museum di Italia menentang Paus Benediktus dan menolak melepaskan sebuah karya seni berupa patung katak berwarna hijau yang disalib dengan tangan memegang mug bir dan sebuah telur yang dianggap Vatikan sebagai penghujatan.

Dewan Museum Museion di utara kota Bolzano memutuskan berdasarkan suara terbanyak mereka tetap memasang kodok itu di tempatnya selama pameran berlangsung. Patung katak kayu yang dibuat seniman Jerman, Martin Kippenberger, ini sepanjang 1,30 meter dengan salib berwarna coklat. Katak ini dalam posisi disalib dengan tangan kanan memegang mug bir dan tangan kiri memegang sebuah telur.

Disebut Zuerst die Fuesse atau yang pertama kali adalah kaki, patung ini juga menjulurkan lidah. Hasil karya ini dipamerkan di Galeri Tate Modern dan Saatchi di London, juga di Bennale, Venisia. Rencananya, patung katak ini juga akan dipamerkan di Los Angeles dan New York.

Paus Benediktus yang orang Jerman dan sedang berlibur berada tidak jauh dari Bolzano jelas-jelas tidak setuju dengan pameran ini. Vatikan, atas nama Paus, telah menulis surat mendukung Franz Pahl, gubernur setempat yang menentang dipamerkannya patung ini. Dalam suratnya, Pahl mengatakan, "Patung ini telah menimbulkan sentimen agama dan melukai banyak orang yang melihat salib sebagai simbol cinta Tuhan."

Pahl, yang wilayahnya banyak didiami warga Katolik, begitu marah dengan hal ini. "Jelas-jelas ini bukan seni, melainkan penghujatan dan pelecehan yang mengecewakan banyak orang," ujarnya.

Tentu saja, kata Pahl, keputusan untuk tetap mempertahankan salib ini jelas tidak bisa diterima. Namun, para artis berkata lain. "Seni harus selalu bebas dan seniman seharusnya bebas berekspresi dan tidak semestinya dibatasi," ujar Claudio Strinati, pengawas Museum Negara Roma kepada koran Italia, Kamis.


ABD

Mencari Ctra Sekolah

Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran bagi sekolah negeri maupun swasta perlu dicermati urgensinya. Sesungguhnya, setiap kurikulum yang diberlakukan sering memiliki ketidaksempurnaan, yang mana perlu ada sistem yang baku dan ideal. Atau setidak-tidaknya mencari sistem kurikulum yang valid dan memberikan inspirasi kepada setiap sekolah untuk mengembangkan karakater dan budaya pendidikan sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah.

Berdasarkan pasal 36 ayat 2 UU Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa “Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik”. Untuk menjawab pernyataan Undang-Undang Pendidikan ini muncul kebijakan pemerintah untuk mengatur dan mengolah satuan pendidikan yang berbasis sekolah. Perumusan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran dikembangkan untuk mencegah muatan bahan pelajaran yang terlampau banyak. Persoalannya, subyek didik menjadi terbebani, tidak bebas berekspresi dan lebih jauh dari itu kesadaran subyek didik terhadap dunianya semakin dibatasi.

Perwujudan sistem kurikulum yang tepat sasar menjadikan subyek didik berkembang secara baik dalam usaha meningkatkan kualitas diri. Apakah sudah sedemikian tepat Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran yang belakangan ini muncul menjadi sistem kurikulum yang mengubah wajah dunia pendidikan lebih humanis?. Dengan adanya Sistem kurikulum ini maka diharapkan masing-masing institusi sekolah untuk membangun citra sebagai sekolah yang benar-benar berkualitas dan bermutu.

Sekolah-sekolah negeri maupun swasta akan bersaing menampilkan keunggulan-keunggulan yang dicapai oleh subyek didik dan menjadi harapan pelanggan pendidikan. Sekolah negeri maupun swasta menyikap hal ini sebagai bentuk perwujudan otonomi pendidikan. Tentu saja sangat pantas untuk menerima sistem kurikulum ini sebagai sistem yang menjadikan para pendidik untuk bebas berpikir obyektif, kreatif dan inovatif dalam usaha meningkatkan mutu.

Kalau kita cermati model Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran memberi warna dan ciri khusus bagi setiap sekolah untuk mendisain mata pelajaran yang disajikan kepada subyek didik dengan membagun pola berpikir seimbang sekaligus mengolah pengalaman belajar secara bebas. Muatan materi pelajaran yang padat, jelas membuat subyek didik menjadi bosan ditambah dengan sikap masa bodoh untuk menerima apa yang disajikan para guru. Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran merupakan alat ukur tepat terhadap kemampuan subyek didik.

Pemerintah menawarkan model kurikulum ini dengan pertimbangan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intensitas dari kompetensi dasar, bakat-minat dan motivasi diri dari subyek didik. Tawaran ini juga sebagai nilai untuk meningkatkan kepribadian subyek didik. Hal ini dianggap lebih tepat sasar dan menyentuh inti dari hakekat pendidikan yaitu pendidikan yang membebaskan. Kurikulum ini diberikan untuk membangun konstruksi belajar yang memberi ruang dan kebebasan bagi setiap subyek didik untuk berprestasi.

Setiap Institusi sekolah benar-benar berupaya menentukan sikap terhadap model kurikulum ini dengan meresponnya sebagai langkah utama membangun citra sekolah dengan visi meningkatkan kreativitas guru dalam mengolah bahan ajar sesuai dengan karakter masing-masing subyek didik untuk mencapai tingkat kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Menjadi kewajiban semua institusi sekolah untuk menerima kurikulum ini dengan mengutamakan suatu bentuk pelayanan kepada subyek didik yang cerdas sekaligus membangun citra sekolah menghadapi era globalisasi.

*Penulis, Staf Pengajar pada SMA Vianney, Cengkareng, Jakarta Barat

Kamis, 21 Agustus 2008

Doakan Romo Benny Susetyo


Negara tanpa masa depan



Elite tertawa, rakyat tercekik.

Biasanya, setiap Agustus saya membeli bendera plus tiangnya di kawasan Wonokromo. Tiap tahun merah-putih harus baru. Saya tidak mau bendera lama dipasang bolak-balik saban tahun sampai kusam. Saya juga selalu memasang lebih awal ketimbang warga kampung lain yang rata-rata pasang mulai 14 Agustus.

Tapi tahun ini saya malas melakukan ritual tersebut. Kenapa? Saya melihat kapal besar bernama Indonesia makin lama makin tidak jelas arahnya. Kapten, awak kapal [birokrat, parlemen, hakim, jaksa, polisi, dan sebagainya] tidak serius menjalankan kapal. Kerjanya cuma menggerogoti kapal meski sudah nyaris tenggelam. Pesta pora terus, korupsi terus, sementara 200 jutaan penumpang makin sengsara.

Hampir tiap hari kita baca di koran rakyat bunuh diri karena tidak bisa membeli makanan. Tidak bisa bayar yang sekolah. Ada bocah sekolah dasar yang bunuh diri karena kasihan melihat mamanya sangat sengsara. Tak mampu membayar uang sekolahnya di sekolah menengah pertama swasta.

Di Nusa Tenggara Timur, juga ada beberapa mama bunuh diri bersama anaknya. Kenapa? Karena tidak tahan menahan beratnya bebat hidup. Sejak Presiden Susilo menaikkan harga bahan bakar minyak pada 1 Oktober 2005, ya, sejak itulah kesengsaraan, penderitaan, muncul di mana-mana. Dari dulu sih sudah sengsara--apalagi kami di Nusa Tenggara Timur--tapi belum pernah ada kesengsaraan sehebat sekarang.

Tak hanya di Flores, penduduk kota besar macam Surabaya pun banyak yang melarat. Antre minyak tanah. Antre elpiji. Anak-anak putus sekolah, jadi pengamen. Penjahat merajalela. Gadis-gadis remaja jadi pelacur. Ibu-ibu jadi tukang pijat plus pelacur. Kalau diurai lebih jauh, waduh, daftar kesengsaraan masih sangat panjang.

"Sekarang susah cari uang. Sembarang mahal. Biayai sekolah untuk satu anak saja susah," ujar Bu Nur, pedagang makanan di Terminal Bungurasih. "Enak zaman Pak Harto dulu. Saya bisa nabung, nyicil rumah. Sekarang mau nabung apa?" timpal Mbak Siti, penjual nasi ldeh.

Kata-kata macam ini tekesan klise, tapi begitulah kenyataan. Beban hidup rakyat kecil luar biasa berat. Maka, jangan heran ribuan orang antre untuk menerima bantuan langsung tunai Rp 300.000 tiga bulanan. Duit segini pun dikorup beberapa oknum pejabat desa arau rukun tetangga, ya, karena dasarnya dia juga susah. Korupsi karena kebutuhan perut dan sekolah anak-anak.

Nah, sementara rakyat susah, bunuh diri di mana-mana, kaum elite negeri ini pesta pora. Tambah gila-gilaan. Jaksa yang bertugas menegakkan hukum malah terima suap Rp 6 miliar. Aparat hukum peras sana-sini. Tak pernah puas dengan gaji dan tunjangan yang meski kecil, toh masih lebih baik ketimbang rakyat yang bunuh diri itu.

Anggota parlemen, katanya wakil rakyat, pun pesta pora. Peras sana-sini. Uang rakyat dipakai oleh bupati atau wali kota untuk menyuap anggota parlemen. Dana Bank Indonesia malah dipakai untuk menyogok Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat. Anggota parlemen dari partai berasas agama, ngotot memperjuangkan teokrasi, syariat Islam, malah terima suap di tempat hiburan malam bersama perempuan malam.

Bahkan, berdasar rekamanan telepon yang disadap Komisi Pemberantasan Korupsi, anggota dewan itu minta ditraktir cewek [pelacur], pakai uang rakyat. Gila!!! Kemunafikan ada di mana-mana. Di mulut terkesan paling suci, pejuang syariat, eh tahu-tahu perilakunya kayak begitu. Sungguh, anggota parlemen alias dewan perwakilan rakyat benar-benar mengkhianati rakyat. Tidak ada kerja serius, idealisme, untuk memajukan negara yang berusia 63 tahun ini.

Yang dipikir hanya UANG, UANG, UANG, UANG... dan CEWEK.

Kita harus malu sama Tiongkok. Lihatlah pembukaan Olimpiade di Beijing yang megah. Tiongkok memperlihatkan kemajuannya kepada dunia. Padahal, pada 1980-an Indonesia masih lebih maju ketimbang negara berpenduduk terbanyak di dunia itu. Sekarang Tiongkok jadi raksasa. Negara yang sangat disegani karena kemajuan ekonominya.

Aneh, kita di sini sering beretorika: Carilah ilmu sampai ke Tiongkok, tapi tidak pernah melakukan kerja nyata untuk pembangunan bangsa. Koruptor dihukum mati di Tiongkok, sementara kita di sini sangat lembek pada koruptor. Aparat kejaksaan alih-alih menindak koruptor, malah memeras ratusan juta, bahkan miliaran, suatu ketika bisa triliunan, dari tersangka kasus korupsi. Koruptor dibebaskan di pengadilan.

Mau ke mana negara ini?

Situasi Indonesia sekarang centang-perenang. Anehnya, debat di televisi yang saya monitor hampir tiap malam masih berkutat pada masalah IDEOLOGI. Islam versus Pancasila. Syariat Islam versus Bhinneka Tunggal Ika. Busana muslim versus busana biasa. Ahmadiyah versus arus utama. Peraturan daerah bernuansa syariah. Rencana undang-undang pornoaksi dan pornografi. Mayoritas versus minoritas. Izin mendirikan gereja. Pembakaran rumah ibadat.

Orang yang membaca sejarah niscaya tahu bahwa perbalahan macam ini sudah dilakukan para pendiri republik pada 1930-an. Rapat-rapat konstituante pun ramai dengan isu-isu ini: Pancasila, Islam, syariat, dan seterusnya. Isu basi 70-an tahun silam itu dihidupkan lagi. Dibicarakan dengan semangat, sementara jutaan rakyat di kampung-kampung pusing karena tak punya uang.

Lha, sampai kapan persoalan ideologi di Indonesia tuntas? Pancasila itu konsensus final atau tidak? Mungkinkah Republik Indonesia bertahan sampai 100 tahun? Atau, republik ini akan bubar karena semua kelompok, golongan, agama, denominasi, sekte, aliran, partai... memikirkan kepentingannya sendiri-sendiri? (*)

Kamis, 14 Agustus 2008

Tuhan Peluklah aku

Saat aku lelah dan tak kuasa untuk berjalan
Aku yakin TUHAN menopangku
Saat aku sakit hati dan tak kuasa menahan tangis
Aku yakin TUHAN memebelaiku
Saat aku kuatir dan tak kuasa menahan gemetar
Aku yakin TUHAN memelukku
Saat aku terluka dan tak kuasa menahan sakit
Aku yakin TUHAN membebatku
Saat aku kehilangan dan tak kuasa menahan sedih
Aku yakin TUHAN menghiburku
Saat aku merasa tak berarti dan tak kuasa untuk melanjutkan hidup
Aku yakin TUHAN katakan :"Kau berarti bagiku"
Saat aku merasa tak dicintai dan tak kuasa menahan pilu
Aku yakin TUHAN katakan :"Aku mencintaimu"
Saat aku dibuang dan aku tak kuasa menahan galau
Aku yakin TUHAN katakan :"Aku tak akan pernah membuangmu"

Di dunia ini begitu banyak kesusahan yang tak bisa ditolak. siapapun, semua orang dan tak terkecuali aku.
Aku dibuang, aku dianggap tak berarti, aku dianggap sampah, aku ditinggalkan oleh orang yang sangat kucintai,
Tapi....
Aku yakin TUHAN selalu ada dan kasih-Nya tak pernah berubah untukku.
Untukmu pun, DIA tak pernah berubah.
**** prie****