Kamis, 21 Agustus 2008

Negara tanpa masa depan



Elite tertawa, rakyat tercekik.

Biasanya, setiap Agustus saya membeli bendera plus tiangnya di kawasan Wonokromo. Tiap tahun merah-putih harus baru. Saya tidak mau bendera lama dipasang bolak-balik saban tahun sampai kusam. Saya juga selalu memasang lebih awal ketimbang warga kampung lain yang rata-rata pasang mulai 14 Agustus.

Tapi tahun ini saya malas melakukan ritual tersebut. Kenapa? Saya melihat kapal besar bernama Indonesia makin lama makin tidak jelas arahnya. Kapten, awak kapal [birokrat, parlemen, hakim, jaksa, polisi, dan sebagainya] tidak serius menjalankan kapal. Kerjanya cuma menggerogoti kapal meski sudah nyaris tenggelam. Pesta pora terus, korupsi terus, sementara 200 jutaan penumpang makin sengsara.

Hampir tiap hari kita baca di koran rakyat bunuh diri karena tidak bisa membeli makanan. Tidak bisa bayar yang sekolah. Ada bocah sekolah dasar yang bunuh diri karena kasihan melihat mamanya sangat sengsara. Tak mampu membayar uang sekolahnya di sekolah menengah pertama swasta.

Di Nusa Tenggara Timur, juga ada beberapa mama bunuh diri bersama anaknya. Kenapa? Karena tidak tahan menahan beratnya bebat hidup. Sejak Presiden Susilo menaikkan harga bahan bakar minyak pada 1 Oktober 2005, ya, sejak itulah kesengsaraan, penderitaan, muncul di mana-mana. Dari dulu sih sudah sengsara--apalagi kami di Nusa Tenggara Timur--tapi belum pernah ada kesengsaraan sehebat sekarang.

Tak hanya di Flores, penduduk kota besar macam Surabaya pun banyak yang melarat. Antre minyak tanah. Antre elpiji. Anak-anak putus sekolah, jadi pengamen. Penjahat merajalela. Gadis-gadis remaja jadi pelacur. Ibu-ibu jadi tukang pijat plus pelacur. Kalau diurai lebih jauh, waduh, daftar kesengsaraan masih sangat panjang.

"Sekarang susah cari uang. Sembarang mahal. Biayai sekolah untuk satu anak saja susah," ujar Bu Nur, pedagang makanan di Terminal Bungurasih. "Enak zaman Pak Harto dulu. Saya bisa nabung, nyicil rumah. Sekarang mau nabung apa?" timpal Mbak Siti, penjual nasi ldeh.

Kata-kata macam ini tekesan klise, tapi begitulah kenyataan. Beban hidup rakyat kecil luar biasa berat. Maka, jangan heran ribuan orang antre untuk menerima bantuan langsung tunai Rp 300.000 tiga bulanan. Duit segini pun dikorup beberapa oknum pejabat desa arau rukun tetangga, ya, karena dasarnya dia juga susah. Korupsi karena kebutuhan perut dan sekolah anak-anak.

Nah, sementara rakyat susah, bunuh diri di mana-mana, kaum elite negeri ini pesta pora. Tambah gila-gilaan. Jaksa yang bertugas menegakkan hukum malah terima suap Rp 6 miliar. Aparat hukum peras sana-sini. Tak pernah puas dengan gaji dan tunjangan yang meski kecil, toh masih lebih baik ketimbang rakyat yang bunuh diri itu.

Anggota parlemen, katanya wakil rakyat, pun pesta pora. Peras sana-sini. Uang rakyat dipakai oleh bupati atau wali kota untuk menyuap anggota parlemen. Dana Bank Indonesia malah dipakai untuk menyogok Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat. Anggota parlemen dari partai berasas agama, ngotot memperjuangkan teokrasi, syariat Islam, malah terima suap di tempat hiburan malam bersama perempuan malam.

Bahkan, berdasar rekamanan telepon yang disadap Komisi Pemberantasan Korupsi, anggota dewan itu minta ditraktir cewek [pelacur], pakai uang rakyat. Gila!!! Kemunafikan ada di mana-mana. Di mulut terkesan paling suci, pejuang syariat, eh tahu-tahu perilakunya kayak begitu. Sungguh, anggota parlemen alias dewan perwakilan rakyat benar-benar mengkhianati rakyat. Tidak ada kerja serius, idealisme, untuk memajukan negara yang berusia 63 tahun ini.

Yang dipikir hanya UANG, UANG, UANG, UANG... dan CEWEK.

Kita harus malu sama Tiongkok. Lihatlah pembukaan Olimpiade di Beijing yang megah. Tiongkok memperlihatkan kemajuannya kepada dunia. Padahal, pada 1980-an Indonesia masih lebih maju ketimbang negara berpenduduk terbanyak di dunia itu. Sekarang Tiongkok jadi raksasa. Negara yang sangat disegani karena kemajuan ekonominya.

Aneh, kita di sini sering beretorika: Carilah ilmu sampai ke Tiongkok, tapi tidak pernah melakukan kerja nyata untuk pembangunan bangsa. Koruptor dihukum mati di Tiongkok, sementara kita di sini sangat lembek pada koruptor. Aparat kejaksaan alih-alih menindak koruptor, malah memeras ratusan juta, bahkan miliaran, suatu ketika bisa triliunan, dari tersangka kasus korupsi. Koruptor dibebaskan di pengadilan.

Mau ke mana negara ini?

Situasi Indonesia sekarang centang-perenang. Anehnya, debat di televisi yang saya monitor hampir tiap malam masih berkutat pada masalah IDEOLOGI. Islam versus Pancasila. Syariat Islam versus Bhinneka Tunggal Ika. Busana muslim versus busana biasa. Ahmadiyah versus arus utama. Peraturan daerah bernuansa syariah. Rencana undang-undang pornoaksi dan pornografi. Mayoritas versus minoritas. Izin mendirikan gereja. Pembakaran rumah ibadat.

Orang yang membaca sejarah niscaya tahu bahwa perbalahan macam ini sudah dilakukan para pendiri republik pada 1930-an. Rapat-rapat konstituante pun ramai dengan isu-isu ini: Pancasila, Islam, syariat, dan seterusnya. Isu basi 70-an tahun silam itu dihidupkan lagi. Dibicarakan dengan semangat, sementara jutaan rakyat di kampung-kampung pusing karena tak punya uang.

Lha, sampai kapan persoalan ideologi di Indonesia tuntas? Pancasila itu konsensus final atau tidak? Mungkinkah Republik Indonesia bertahan sampai 100 tahun? Atau, republik ini akan bubar karena semua kelompok, golongan, agama, denominasi, sekte, aliran, partai... memikirkan kepentingannya sendiri-sendiri? (*)

2 komentar:

wisnu mengatakan...

Negara tanpa masa depan?
mugkin di sebabkan karena ada nya koruptor yang begitu banyak..

Felix _sPoTz mengatakan...

Menurutku Indonesia tidak dapat berkembang. Dari banyaknya kemelaratan di Indonesia yang disiarkan media.Pemerintah indo tidak mau ikut campur tangan, hanya berpangku tangan menunggu sampai ada pihak lain yang melakukannya,yang dibutuhkan negara ini bukanlah kekayaan melimpah akan tetapi perubahan moral,nasionalisme,patriotisme,sehingga SDM di Indonesia. Barulah dapat merubah semuanya termasuk pemerintahan,pendidikan,keuangan,juga kehidupan layak bagi seluruh rakyat indonesia yang merupakan kekurangan negara ini.

by:
Felix.g
XI IPA1